Mengubah Cara Belajar Bahasa Inggris Lewat Media Sosial: Sebuah Pengalaman Berbeda dari Prodi Pendidikan Bahasa Inggris dan Mahasiswa KEMAL UMMA

Belajar bahasa Inggris sering kali dianggap sebagai tugas berat bagi banyak orang. Bagi sebagian siswa, berjam-jam mempelajari tata bahasa, kosakata, dan pengucapan terasa jauh dari pengalaman yang menyenankan. Namun, siapa sangka, media sosial yang biasa digunakan untuk hiburan ternyata bisa mengubah semua itu. Inilah yang dilakukan oleh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris bersama mahasiswa KEMAL (Kemahiran Belajar Lapangan) yang dipandu oleh DPL Novalia Tanasy, M.Pd., M.Si. dalam sebuah kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang tidak hanya mengajarkan bahasa Inggris, tetapi juga menghidupkan kembali semangat belajar di tengah pesatnya perkembangan teknologi.

Menciptakan Pembelajaran yang Tidak Membosankan

Bagi sebagian besar peserta, belajar bahasa Inggris di ruang kelas mungkin terasa seperti rutinitas yang tak berujung, hanya berbicara tentang grammar dan kosakata. Namun, dalam kegiatan ini, dosen dan mahasiswa KEMAL memutuskan untuk membalikkan situasi tersebut. Mereka memilih untuk mengajak peserta belajar lewat platform yang sudah sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari seperti TikTok, Instagram, dan Snapchat. “Di sini, kami tidak hanya mengajarkan bahasa Inggris, tetapi juga mencoba memahami apa yang sebenarnya bisa memotivasi mereka untuk belajar. Media sosial adalah ruang yang mereka kenal dan gunakan setiap hari, jadi mengapa tidak memanfaatkan itu untuk belajar?” ujar Novalia Tanasy, DPL yang merancang pelaksanaan program ini.

Pengalaman Belajar yang Berbeda

Alih-alih menggunakan metode yang kaku dan teori yang berjarak dari kehidupan nyata, dosen dan mahasiswa KEMAL membawa peserta ke dalam pengalaman yang lebih personal dan menyenangkan. Salah satu kegiatan yang paling berkesan adalah tantangan “Word of the Day” yang digelar di Instagram. Setiap hari, peserta diminta untuk membuat video singkat menggunakan kata-kata baru dalam bahasa Inggris. Ada yang memilih kata-kata dari kehidupan sehari-hari, seperti “café” atau “sunshine“, sementara yang lain mencoba menguji kosa kata mereka dengan kata-kata yang lebih sulit. Salah satu peserta, misalnya, berbagi pengalaman pertamanya menantang dirinya untuk membuat video tentang “sophisticated“, dan akhirnya berani berbicara dengan percaya diri di depan kamera. “Dulu saya sangat malu berbicara bahasa Inggris. Tapi setelah mencoba tantangan ini, saya merasa lebih percaya diri. Sekarang, setiap kali ada kata baru, saya ingin segera membuat video dan membagikannya,” kata Aisyah salah satu siswa kelas III IPS MA Darussalam Barandasi mengenai kegiatan ini.

Melatih Keterampilan Berbicara Tanpa Takut Salah

Bagi banyak orang, berbicara bahasa Inggris dengan lancar adalah salah satu hambatan terbesar. Namun, di kelas ini, peserta diberi ruang untuk belajar tanpa takut membuat kesalahan. Di Snapchat, mereka diundang untuk berlatih berbicara secara langsung dengan teman atau pengajar, dengan fitur video chat yang memungkinkan mereka untuk berbicara secara santai dan langsung. Tidak ada tekanan untuk menjadi sempurna, yang penting adalah mereka bisa berkomunikasi dan belajar dari kesalahan mereka. Nurhasanah, seorang peserta kegiatan, merasa bahwa pengalaman ini sangat berbeda dengan kelas bahasa yang pernah ia ikuti sebelumnya. “Dengan menggunakan Snapchat, saya merasa tidak ada jarak antara saya dan pengajar. Saya bisa langsung berbicara, mengoreksi pengucapan saya, dan itu terasa lebih alami,” ujarnya.

Pendapat Ibu Mernawati, S.Pd., M.Pd.I., Kepala Madrasah

Ibu Mernawati, S.Pd., M.Pd.I., kepala Madrasah yang turut berpartisipasi dalam kegiatan ini, menyambut baik inisiatif yang diambil oleh dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris dan mahasiswa KEMAL. Menurutnya, kegiatan seperti ini sangat penting untuk menjembatani kesenjangan antara metode pembelajaran tradisional dan cara-cara yang lebih modern yang bisa lebih menyentuh hati siswa. “Dalam pendidikan, salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menjaga agar siswa tetap termotivasi. Media sosial adalah platform yang sangat akrab dengan generasi muda, dan dengan pendekatan yang kreatif seperti ini, mereka bisa belajar bahasa Inggris tanpa merasa tertekan atau terasingkan. Saya melihat antusiasme siswa-siswa kami meningkat setelah mengikuti kegiatan ini. Mereka tidak hanya belajar, tetapi juga merasa lebih dekat dengan pengajaran yang diberikan. Ini adalah bukti bahwa metode yang relevan dan menyenangkan dapat membuka pintu motivasi yang lebih besar dalam belajar,” ujar Ibu Mernawati.

Lebih lanjut, Ia menambahkan bahwa penggunaan teknologi dalam pembelajaran bahasa Inggris membuka kesempatan bagi lebih banyak siswa, terutama mereka yang mungkin merasa terhambat oleh metode yang kaku di kelas. “Pendidikan harus adaptif terhadap perkembangan zaman. Dengan memanfaatkan media sosial, kami berharap bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan menyenangkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.”

Menumbuhkan Semangat Belajar yang Baru

Lebih dari sekadar mempelajari kata-kata baru atau aturan grammar, kegiatan ini berhasil menyentuh sesuatu yang lebih dalam: motivasinya. Melalui media sosial, yang sebelumnya hanya mereka kenal sebagai tempat hiburan, peserta kini melihat pembelajaran bahasa Inggris dari perspektif yang lebih menyenangkan dan relevan dengan kehidupan mereka. Beberapa peserta mengungkapkan bahwa mereka tidak hanya ingin berhenti di sini, mereka bertekad untuk melanjutkan belajar bahasa Inggris dengan cara yang lebih mandiri, bahkan setelah kegiatan berakhir. “Mungkin orang menganggap belajar itu harus serius dan formal, tapi saya rasa, dengan cara yang lebih santai dan menyenangkan, bahasa Inggris bisa menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari tanpa terasa seperti tugas,” ujar Faisal, seorang siswa yang ikut dalam program tersebut.

Menangani Tantangan dan Membangun Harapan

Tentu saja, kegiatan ini tidak tanpa tantangan. Beberapa peserta ternyata ada yang tidak memiliki akses internet yang baik karena kendala tidak adanya kuota internet, ada yang belum memiliki handphone, sementara yang lain merasa belum terbiasa dengan penggunaan aplikasi-aplikasi ini untuk belajar. Namun, para pengajar dan mahasiswa KEMAL tidak menyerah. Mereka berusaha untuk menjembatani kesenjangan ini dengan memberikan dukungan tambahan, mulai dari tutorial penggunaan aplikasi hingga memastikan setiap peserta merasa nyaman berinteraksi di platform tersebut. Harapan ke depan adalah agar inisiatif ini dapat diadaptasi lebih luas di berbagai komunitas, baik yang berada di perkotaan maupun pedesaan. Dengan bantuan teknologi, pendidikan bisa lebih inklusif dan mudah diakses oleh siapa saja, tanpa memandang latar belakang.

Kesimpulan: Belajar yang Lebih Bermakna

Kegiatan pengabdian ini tidak hanya tentang mengajarkan bahasa Inggris, tetapi juga tentang memberikan pengalaman baru yang membuka pandangan peserta terhadap pembelajaran. Media sosial, yang sering dianggap hanya sebagai alat hiburan, ternyata dapat mengubah cara kita belajar menjadi lebih hidup, lebih seru, dan tentunya lebih relevan dengan dunia yang kita hadapi saat ini. Dengan semangat ini, semoga lebih banyak program serupa yang dapat menciptakan suasana belajar yang lebih manusiawi, dan membawa perubahan positif yang nyata dalam kehidupan banyak orang.

Previous Article
Next Article

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *